Berita|Selasa 10 Nopember 2015 13:11 WIB
Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 35 Tahun 2015 dinilai tidak membeirkan perlidnungan ke pekerja domestik. Ketiadaan aturan ketentuan 1 tenaga kerja asing berbanding dengan 10 tenaga kerja domestik menjadi sinyal nyata pemerintah tengah melakukan kebijakan liberalisasi di sektor tenaga kerja.
Jakarta - Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Namun DPR menilai, Permenaker ini tidak memihak pekerja domestik.
Demikian dikatakan Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PPP Okky Asokawati, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/11). “Saya menilai, Permenaker ini tidak pro pekerja domestik, saya meminta Menaker mencabut peraturan ini,” kata Okky.
Ia menyesalkan, terbitnya Permenaker tersebut. Sebab, isi dari Permenaker tentang Tata cara Penggunaan TKA justru melonggarkan penggunaan TKA di Indonesia. Dampaknya, Indonesia bakal dibanjiri TKA yang akan bersaing dengan pekerja domestik.
Di sisi lain, jumlah pekerja domestik sangat banyak. “Saya mendesak Menaker untuk membatalkan ketentuan ini demi perlindungan bagi pekerja lokal,” tegasnya.
Ia mencatat, terdapat beberapa poin penting dalam Permenaker tersebut. ia memaparkan, dengan dihapusnya ketentuan 10 pekerja lokal jika menggunakan 1 pekerja asing. Hal ini, kata dia, akan menunjukan pemerintah berpihak terhadap pengusaha, dibanding dengan nasib pekerja lokal.
Selain itu, pengalihan pengetahuan dan wawasan teknologi dipastikan tak akan tercapai. Idealnya, penggunaan TKA untuk terwujudnya pengalihan keilmuan tenologi terhadap pekerja lokal. Pasalnya, masukan agar persyaratan wajib dapat berbahasa Indonesia bagi TKA, tak digubris. Padahal, kendala bahasa menjadi kendala dalam alih teknologi.
“Alasan Menteri Hanif Dhakiri bahwa kemudahan penggunaan TKA ini untuk memudahkan alih tekhnologi perusahaan menjadi ‘lucu’,” ujarnya.